• 0

Reklamasi Tak Selalu Seksi

Category : Blog

balipostreklamasiReklamasi Teluk Benoa menjadi isu yang menyita perhatian banyak orang di Bali bahkan di tingkat nasional saat ini. Para aktivitas bergerak, ilmuwan beropini dan pro kontra pun terjadi. Mereka yang pro reklamasi sering menceritakan keindahan dan manfaat reklamasi untuk masa depan Bali. Reklamasi atau pembuatan pulau Jumeirah Palm Island di Uni Emirat Arab kerap menjadi contoh.

“Read More”


  • 0

Alkisah Sebuah Pulau Bernama Pasir

Category : Blog Pulau

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, popularitas Pulau Pasir (dikenal juga sebagai Ashmore Reef) barangkali menduduki rangking sedikit saja di bawah Sipadan dan Ligitan. Pasalnya, pulau ini konon diperebutkan oleh Australia dan Indonesia. Menurut Kepala Staf Angkatan Laut, Pulau Pasir dipastikan milik Australia (Republika Online, 24 November 2005). Ini mungkin mengejutkan sebagian masyarakat yang barangkali sudah terlanjur percaya, Pulau Pasir adalah milik Indonesia.

“Read More”


Apakah Indonesia akan kehilangan pulau?

Category : Blog

Perhatian masyarakat Indonesia terhadap kedaulatan, wilayah, batas maritim, pulau hingga Laut China Selatan meningkat belakangan ini karena tema-tema itu diangkat dalam debat capres 22 Juni 2014. Ini adalah tulisan saya yang sudah cukup lama umurnya dan pernah terbit di PuzzleMinds tetapi rasanya masih relevan untuk ditayangkan lagi. Selain itu, ada beberapa pertanyaan seputar isu ini yang masuk lewat FB, Twitter maupun email sehingga perlu rasanya mengisahkan lagi pemahaman saya terhadap topik hangat ini.

“Read More”


  • 0

Indonesia kehilangan 4000 pulau?

Berbagai pemberitaan beberapa tahun ini menegaskan bahwa jumlah pulau di Indonesia berkurang secara signifikan. Sebelumnya, selama beberapa dekade terakhir kita percaya bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah 17.508 tetapi berita terakhir menyebutkan angka 13.466. Sekilas berita ini terdengar seperti berita bohong atau hoax namun sepertinya tidak demikian adanya. Tidak kurang dari Dr. Asep Karsidi, ketua Badan Informasi Geospasial (BIG) hingga akhir 2014, otoritas tertinggi pemetaan tanah air, turut menegaskan berita mengejutkan ini (National Geographic Indonesia, 3 Feb 2012). ‘Kehilangan’ sekitar 4000 pulau tentu bukan berita main-main. Bagaimana duduk perkaranya?

“Read More”


  • 0

Laut di antara Pulau-pulau Indonesia milik siapa?

Bayangkan peta Indonesia. Negara kita terdiri dari ribuan pulau. Data menunjukkan kita terdiri dari 17.508 pulau, ada juga yang menyebutkan angka 13 ribu sekian. Bayangkan, saking banyaknya, perbedaan data saja bisa 4000 an pulau. Kebayang nggak sih, jawaban teman-teman kita di negara lain ketika ditanya jumlah pulau. Ngga mungkin mereka jawab “hmm, tujuh apa Sembilan ya, lupa!”?

“Read More”


  • 0

Alur Laut Kepulauan Indonesia alias ALKI, barang apa lagi ini?

Dulu banget, laut di antara pulau-pulau Indonesia itu bukan milik Indonesia. Akibatnya kapal asing bebas berkeliaran di situ. Melalui perjuangan diplomat-diplomat keren Indonesia, akhirnya sekarang laut itu jadi milik Indonesia. Kamu perlu baca tulisanku yang lain untuk paham duduk perkaranya.

“Read More”


  • 0

Bolehkah apal asing masuk ke Laut Indonesia?

Setelah duabelas tahun belajar hukum laut, terutama yang terkait perbatasan, saya menyimpulkan satu hal penting yang sering dipahami secara salah. Ini terkait dengan boleh tidaknya kapal asing masuk ke perairan Indonesia. Bolehkan kapal negara asing masuk ke laut Indonesia?

“Read More”


  • 0

Ambalat Lagi

Pada 2005 silam hubungan Indonesia dan Malaysia sempat memanas karena sengketa Blok Ambalat di Laut Sulawesi. Satu dekade berlalu, ternyata Ambalat mencuat lagi dan menimbulkan keresahan yang hampir sama. Perihal perbatasan memang tidak sederhana. Indonesia berbagi daratan dengan Malaysia di Borneo sebagai konsekuensi dari kolonialisasi Inggris dan Belanda. Prinsip bahwa wilayah dan batas wilayah suatu negara mengikuti penjajahnya dianut berbagai negara di dunia dewasa ini.

Meski garis batas darat sudah jelas, garis batas lautnya belum ditetapkan. Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia berakhir di sisi timur daratan Borneo, memotong Pulau Sebatik. Idealnya, garis batas yang memotong Pulau Sebatik inilah yang diteruskan ke arah Laut Sulawesi sehingga menjadi pembagi kawasan laut bagi kedua negara. Sayangnya, garis ini belum kunjung terwujud sehingga pembagian laut di Laut Sulawesi belum tuntas hingga kini.

Pelanggaran?

Jika demikian, mengapa ada berita pelanggaran? Mengapa kita bisa yakin menuduh Malaysia memasuki wilayah Indonesia di Ambalat? Perlu dipahami bahwa meskipun Indonesia dan Malaysia belum bersepakat tentang pembagian kawasan laut, kedua negara sudah mencoba mengklaim secara sepihak. Tidak saja mengklaim, sejak 1960-an Indonesia bahkan sudah menetapkan kawasan konsesi dengan membuat kavling/blok dasar laut yang mengandung minyak atau hidrokarbon lainnya. Blok konsesi ini dieksplorasi perusahaan profesional yang mendapat izin. Salah satu kavling tersebut bernama Ambalat (1999) dan satu lagi bernama East Ambalat (2004).

Malaysia tidak protes secara eksplisit, seakan-akan menyetujui. Meski demikian, pada 1979 Malaysia mengajukan klaim sepihaknya melalui sebuah peta yang tumpang tindih dengan klaim Indonesia. Indonesia menganggap Malaysia salah karena mengklaim apa yang sudah diklaim Indonesia. Namun, perlu diingat, di Laut Sulawesi belum ada garis batas maritim yang disepakati sehingga belum jelas secara hukum internasional kawasan laut milik Indonesia maupun Malaysia. Keadaan memburuk ketika pada 2005 Malaysia memberikan konsesi atas blok yang sebelumnya sudah dikonsesikan Indonesia. Pecahlah kasus Ambalat jilid 1.

Perlu diingat lagi, Ambalat adalah blok dasar laut, bukan pulau, bukan daratan. Nama Ambalat ini diberikan Indonesia, sedangkan Malaysia menyebutnya ND6 dan ND7. Milik siapa blok tersebut? Indonesia mengklaimnya, Malaysia juga. Keduanya belum bersepakat karena pembagian kawasan laut di Laut Sulawesi belum tuntas. Sampai kini Indonesia dan Malaysia masih merundingkannya secara intensif.

Maju, tetapi belum tuntas

Sejak 2005 sekitar 30 perundingan sudah dilakukan. Ada kemajuan, tetapi belum tuntas. Memang tidak mudah menetapkan batas maritim. Indonesia dan Vietnam perlu 25 tahun, dengan Singapura bahkan hingga 41 tahun untuk batas maritim yang relatif pendek. Jika melihat peta NKRI tahun 2015, tampak bahwa Indonesia menganggap Blok Ambalat adalah bagian dari NKRI. Sementara itu, menurut peta Malaysia 1979, Blok Ambalat dianggap bagian dari Malaysia. Tumpang susun peta Indonesia dan Malaysia memperlihatkan klaim tumpang tindih. Itulah yang saat ini dirundingkan.

Indonesia tentu punya argumen kuat akan klaimnya. Malaysia mungkin punya keyakinan yang sama. Mengapa tidak dibagi dua saja dengan garis tengah? Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) sebagai dasar hukum tidak mengatur secara eksplisit metode yang harus digunakan. UNCLOS mewajibkan dua negara bersengketa untuk mencapai “solusi yang adil”, yang artinya “terserah” kepada kedua negara. Maka, peran negosiator sangat penting. Jika tidak selesai dalam negosiasi, kasus ini bisa dibawa ke lembaga peradilan, seperti Mahkamah Internasional atau International Tribunal for the Law of the Sea meski tanda-tandanya belum ada.

Untuk menyelesaikan kasus perbatasan dengan Malaysia, Indonesia menunjuk utusan khusus, yaitu Duta Besar Eddy Pratomo. Tugasnya tidak hanya menyelesaikan kasus Ambalat di Laut Sulawesi, tetapi juga kawasan lain yang belum tuntas: Selat Malaka, Selat Singapura, dan Laut Tiongkok Selatan. Kini kedua negara harus mempercepat penyelesaian batas maritim dan menahan diri untuk tidak melakukan tindakan provokatif di kawasan yang masih dalam sengketa. Media juga bertanggung jawab menyajikan berita obyektif agar masyarakat tidak mudah tersulut.

Membela bangsa itu wajib, tetapi tidak dengan menebar kebencian kepada bangsa lain. Membela bangsa harus dengan nasionalisme yang cerdas dan terhormat.

DOSEN TEKNIK GEODESI UGM, PENELITI ISU PERBATASAN INTERNASIONAL

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Juli 2015, di halaman 7 dengan judul “Ambalat Lagi”.


  • 0

Menyingkap Misteri Laut Tiongkok Selatan

Pengantar
Merespon gonjang-ganjing di Laut Tiongkok Selatan (LTS), terutama terkait penangkapan ikan oleh nelayan Tiongkok di perairan dekat Kepulauan Natuna, Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir di Natuna. Beliau dengan yakin memimpin rapat terbatas di kapal perang Imam Bonjol. Banyak spekulasi bermunculan soal ini tetapi pesan yang beliau kirim sangat jelas. Kedaulatan dan hak berdaulat NKRI adalah perkara serius, perkara nomor satu. Lepas dari dukungan saya terhadap langkah presiden itu, saya rasa masih sangat banyak yang perlu kita pahami soal silang sengkarut LTS. Tulisan ini adalah kontribusi kecil, bukan untuk menyelesaikan keruwetan itu tetapi sekedar mengurai semoga menghadirkan pemahaman yang lebih jernih.

“Read More”


  • 0

Kekalahan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan?

Yang ditunggu-tunggu tentang Laut Tiongkok Selatan (LTS) akhirnya tiba. Teka-teki yang menyisakan pertanyaan dan bahkan ketidakpastian akhirnya terungkap dengan terang benderang. Permanent Court of Arbitration (PCA) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda akhirnya memutuskan kasus Laut Tiongkok Selatan antara Filipina dan Tiongkok. Putusan PCA ini akan menjadi yurisprudensi, sebuah hukum baru, yang menegaskan, menjelaskan dan mendukung Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dengan ketentuan-ketentuan yang lebih rinci.

“Read More”