Category Archives: Pulau

Memetakan Ulang Batas Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik

Saya sedang berada di Pulau Sebatik ketika menulis ini. Bersama 29 mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), kami sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ini adalah kali kedua saya menjadi Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) di Pulau Sebatik. Ini bagian dari usaha berkontribusi melalui pengabdian dengan pengetahuan perbatasan yang saya pelajari selama dua dekade terakhir.

Saat merasakan langsung denyut kehidupan di perbatasan, saya membaca berita di CNN Indonesia dengan judul “RI-Malaysia Sepakati Batas Negara, Bagi 2 Pulau Sebatik” (3 Juli 2024). Berita itu memberi kesan bahwa batas yang baru saja disepakati Indonesia dan Malaysia telah membagi Pulau Sebatik menjadi dua. Bagi saya, ini perlu penjelasan yang lebih rinci. Tulisan ini menyuguhkan cerita pebuatan batas (boundary making) di Sebatik, sejarah dan prinsip batas antarnegara, serta strategi pengelolaan perbatasan demi kesejahteraan.

Batas antara Indonesia dan Malaysia berdasarkan pada perjanjian antara Ingris dan Belanda tahun 1891, 1915, dan 1928. Pulau Sebatik memang sudah dibagi dua oleh Belanda dan Inggris sesuai perjanjian tahun 1891 dan 1915. Pembagian ini yang disebut dengan alokasi, sebuah kesepakatan politis dua kekuasaan untuk berbagi wilayah. Kesepakatan politis ini kemudian diwujudkan dalam bentuk peta yang dikenal dengan delimitasi. Batas yang ditetapkan Inggris dan Belanda sebagai dua kekuatan kolonial kemudian diadopsi oleh Malaysia dan Indonesia sebagai dua negara merdeka. Ini yang disebut dengan prinsip Uti Possidetis Juris, bahwa wilayah dan batas wilayah dua negara, mengikuti wilayah dan batas wilayah negara penjajahnya.

Ketentuan perbatasan yang ada pada perjanjian tahun 1891, 1915 maupun 1928 menggunakan deskripsi bentang alam. Pasal 3 Perjanjian 1891 misalnya menyatakan “[…] garis batas harus mengikuti watershed dari sungai-sungai yang mengalir ke arah pantai barat laut dan pantai barat di sebelah utara Tandjoeng Datoe, dan yang mengalir (running) ke arah pantai barat di sebelah selatan Tandjoeng Datoe, Pantai Selatan dan pantai Timur dari garis 4o 10’ LU.” Khusus untuk Sebatik, pembagian wilayah meggunakan garis lintang 4o 10’ Lintang Utara (LU), tidak menggunakan bentang alam seperti sungai atau watershed (punggungan bukit yang memisahkan aliran air).

Untuk menegaskan batas, Indonesia dan Malaysia perlu melakukan usaha serius di lapangan untuk mengidentifikasi posisi garis batas sesuai dengan deskripsi yang ada pada perjanjian antara Inggris dan Belanda. Pada segmen tertentu, kedua negara harus mengidentifikasi bentang alam seperti punggungan bukit, lembah, sungai dan sebagainya. Khusus untuk di Sebatik, garis batas ditegaskan dengan memasang pilar di sepanjang garis lintang 4o 10’ LU.

Proses mengaskan posisi garis batas di lapangan ini dilakukan bersama oleh Indonesia dan Malaysia yang disebut proses demarkasi. Aktivitas ini, pada dasarnya, merupakan usaha mengidentifikasi fitur dan bentang alam di lapangan sesuai dengan deskripsi yang ada di dokumen perjanjian. Dalam prosesnya, Indonesia dan Malaysia tidak berhasil menyepakati titik batas di beberapa lokasi karena proses identifikasi bentang alamnya tidak mudah dilakukan. Segmen batas yang tidak berhasil disepakati di lapangan ini yang kemudian disebut sebagai Outstanding Boundary Problems atau OBP. Dengan kata lain, meski Indonesia dna Malaysia dalah dua bangsa yang berdaulat penuh, sesungguhnya batas wilayah antara kedua belumlah tuntas ditegaskan.

Pada awalnya ada sembilan OBP antara Indonesia dan Malaysia dan perlahan-lahan dituntaskan. Satu per satu OBP terselesaikan ketika keduanya berhasil mengidentifikasi fitur alam sesuai dengan perjanjian Inggris dan Belanda di masa lalu. Hal ini bisa dilakukan, salah satunya, karena teknologi dan metode pemetaan yang semakin akurat. Di masa lalu, menentukan watershed, misalnya, tidak mudah dilakukan karena teknologi pemetaan masih sederhana. Kini, teknologi survey dan pemetaan semakin canggih sehingga dengan cukup mudah bisa dibedakan dataran tinggi (punggungan) dan dataran rendah (lembah). Dengan demikian, deskripsi bentang alam yang disajikan di perjanjian antara Inggris dan Belanda di masa lalu dapat diidentifikasi dengan lebih mudah di lapangan di masa kini.

Keberhasilan proses demarkasi untuk menyelesaikan OBP inilah yang menjadi tema utama berita di CNN Indonesia tangal 3 Juli 2024 itu. Meski ini berita baik, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Di kawasan yang mengalami OPB selama puluhan tahun, penduduk kedua negara sudah melakukan aktivitas, termasuk menguasai bidang tanah. Penyelesaian OBP di kawasan seperti ini mungkin menyebabkan bidang tanah yang selama ini dikuasai penduduk Indonesia harus diserahkan kepada Malaysia atau sebaliknya.

Pengelolaan perbatasan setelah demarkasi dikenal dengan tahap administrasi. Tahap ini sangat penting sebagai muara dari tahapan pembuatan batas yaitu pengelolaan kawasan perbatasan untuk kemakmuran penduduk di sekitar kawasan tersebut. Tahap ini menyempurnakan rangkaian tahap boundary making yang diperkenalkan oleh Stephen B. Jones tahun 1945 yaitu alokasi, delimitasi, demarkasi, dan administrasi.

Dalam skala tertentu, KKN yang dilakukan UGM di Pulau Sebatik adalah bagian dari administrasi perbatasan. Bahwa ujung dari penetapan dan penegasan batas wilayah adalah kesejahteraan masyarakat. Maka setelah titik dan garis batas berhasil diwujudkan dalam koordinat akurat melalui survey Teknik Geodesi, tugas selanjutnya adalah membangun perbatasan untuk kesejahteraan. Pada dasarnya, selain dengan pendekatan keamanan (security), pengelolaan perbaasan harus memperhatikan kesejahteraan (prosperity).

Satu hal pentng lainnya adalah soal interaksi. Meskipun garis batas dimaksudkan untuk menandai batas hak dan kewajiban dua negara, garis itu tidak boleh menjadi tembok pemisah dua negara. Garis batas yang baik harus mendorong adanya interaksi yan baik agar terjadi proses yang saling memperkaya kapasitas penduduk di dua negara bukan sebagai pemisah permanen. Hal ini perlu dipastikan karena kehidupan dua negara yang bertetangga bukanlah perihal kompetisi tetapi kolaborasi.

I Made Andi Arsana


  • 0

Alkisah Sebuah Pulau Bernama Pasir

Category : Blog Pulau

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, popularitas Pulau Pasir (dikenal juga sebagai Ashmore Reef) barangkali menduduki rangking sedikit saja di bawah Sipadan dan Ligitan. Pasalnya, pulau ini konon diperebutkan oleh Australia dan Indonesia. Menurut Kepala Staf Angkatan Laut, Pulau Pasir dipastikan milik Australia (Republika Online, 24 November 2005). Ini mungkin mengejutkan sebagian masyarakat yang barangkali sudah terlanjur percaya, Pulau Pasir adalah milik Indonesia.

“Read More”